Advertisement

Jampidum Setujui 7 Perkara Restorative Justice, Salah Satunya Kasus Penadahan BBM di Paser

Jakarta β€” JBInews.site | Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana menyetujui tujuh permohonan penyelesaian perkara melalui mekanisme Restorative Justice atau keadilan restoratif. Persetujuan tersebut disampaikan dalam ekpose virtual pada Senin, 24 November 2025.

Salah satu perkara yang dihentikan penuntutannya menggunakan mekanisme keadilan restoratif adalah perkara penadahan BBM yang ditangani Kejaksaan Negeri Paser, dengan tersangka Maharani binti Sabe. Tersangka sebelumnya dijerat Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.

Perkara bermula pada Senin, 14 Juli 2025 sekitar pukul 09.00 WITA ketika saksi Fadliyansah Bin M. Ali Sabri memergoki penggelapan BBM jenis Dexlite sebanyak 20 liter dari kendaraan bus Mitsubishi Canter milik PT MHA (Mandiri Herindo Adiperkasa).

Saksi kemudian menawarkan BBM tersebut kepada tersangka dengan bertanya, β€œBu, mau beli Dexlitekah ini ada 20 liter?”. Tersangka menanyakan harga dan saksi menawarkan Rp11.000 per liter. Setelah terjadi tawar-menawar, tersangka membeli dengan harga Rp10.000 per liter dan memberikan uang total Rp200.000 kepada saksi.

Tersangka membeli BBM tersebut bukan untuk dijual kembali, melainkan untuk dipakai sebagai bahan bakar kendaraan roda empat yang dipinjam dari suaminya. Pembelian dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan nafkah.

Setelah perkara diketahui, Kejaksaan Negeri Paser melalui Kepala Kejari Deddy Herliyanntho, Kasi Pidum Zakaria Sulistiono, S.H., serta Jaksa Fasilitator Vanessa Yovita Nauli, S.H., M.H. memfasilitasi proses penyelesaian perkara melalui mekanisme restorative justice.

Dalam proses perdamaian pada 6 November 2025, tersangka mengakui serta menyesali perbuatannya. Pihak perusahaan PT Mandiri Herindo Adiperkasa sebagai korban juga memaafkan dan meminta proses hukum terhadap tersangka dihentikan.

Berdasarkan kesepakatan damai, Kejaksaan Negeri Paser mengajukan permohonan penghentian penuntutan ke Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur Dr. Supardi, S.H., M.H., dan permohonan tersebut disetujui Jampidum dalam ekpose Restorative Justice.

Selain kasus Maharani, Jampidum juga menyetujui enam perkara lain, yaitu:

  1. Rachmat alias Aco bin Abd. Kadir – Kejari Polewali Mandar, pelanggaran Pasal 363 Ayat (1) ke-1 KUHP (Pencurian dengan Pemberatan).

  2. Suhendri – Kejari Asahan, pelanggaran Pasal 480 ke-1 KUHP (Penadahan).

  3. Rizky Inanda alias Rizky als KIB – Kejari Asahan, pelanggaran Pasal 362 KUHP (Pencurian).

  4. Eka Supendi alias Eka bin (Alm) Pepeh Supendi – Kejari Bangka, pelanggaran Pasal 362 KUHP (Pencurian).

  5. Adi Candra alias Adi bin Sudirman – Kejari Bangka, pelanggaran Pasal 480 ke-1 KUHP (Penadahan).

  6. Eki Bahtiar alias Eki bin Cucu Setiawan – Kejari Bangka, pelanggaran Pasal 362 KUHP (Pencurian).

Penghentian penuntutan diberikan dengan pertimbangan antara lain:

  • Telah terjadi proses perdamaian, tersangka meminta maaf dan korban memaafkan.

  • Tersangka belum pernah dihukum.

  • Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana.

  • Ancaman pidana penjara di bawah 5 tahun.

  • Tersangka berjanji tidak mengulangi perbuatan.

  • Proses damai dilakukan sukarela tanpa tekanan.

  • Tersangka dan korban sepakat tidak melanjutkan proses persidangan.

  • Pertimbangan sosiologis dan respons positif masyarakat.

Jampidum juga meminta para Kepala Kejaksaan Negeri menerbitkan SKP2 Restorative Justice sesuai Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 dan SE Jampidum Nomor 01/E/EJP/02/2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, JBInews.siteΒ Sumber: Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung RI.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *